Bob lahir dari seorang ayah tentara. Sejak kecil selalu berpindah-pindah
tempat tinggal, begitupun sekolahnya. Karena sering pindah ia hampir
tak punya sahabat. Selain itu jiwanya juga labil. Tukang bikin onar di
sekolah atau di luar sekolah, suka berkelahi, dan sebagainya. Lalu
godaan terjerumus ke dunia gelap tak bisa ditolak. Sejak remaja ia sudah
jadi pemabuk dan pecandu narkoba.
Pada usia 19 tahun, Bob menikah dan usia 20 tahun bercerai. Ia memiliki
anak. Ketika ingin menengok anaknya, mantan istrinya malah melaporkannya
ke polisi yang membuatnya dipenjara. Kehidupannya makin buruk karena
sekeluar dari penjara, ia kembali ke kebiasaan semula. Bahkan ia
beberapa kali overdosis yang hampir merengut nyawanya.
Namun kehidupan buruk itu sering disesalinya. Ia merasa, jika
terus-terusan seperti itu masa depannya akan hancur. Maka, pada saat
usianya 24 tahun, ia pergi ke Atlanta untuk menata hidup baru.
Sayangnya ia tak mudah mendapatkan pekerjaan.Bahkan ia sudah putus asa.
“Saya bisa saja bunuh diri,” ujarnya.
Akhirnya ia mencoba menahan diri untuk tak jadi pecandu lagi. Bersamaan
dengan itu, ia mendapatkan pekerjaan sebagai pembersih batu bata bekas
yang akan dijual lagi oleh pemilik usaha itu. Upahnya US$ 15 sehari;
cukup untuk menyewa tempat tinggal dan bisa makan. Ia kemudian bahkan
bisa menabung.
Suatu kali, ia bisa membeli mobil. Namun baru beberapa hari
mengendarainya ia mengalami kecelakaan hebat yang hampir membuatnya
tewas. Ia dirawat untuk beberapa waktu. Selama dirawat ia rajin membaca
kitab suci. Dari sana, pelan-pelan semangat hidupnya tumbuh. Apalagi ia
kemudian bertemu dengan perempuan yang sekarang menjadi istrinya, yang
membuatnya makin terdorong untuk memperbaiki hidupnya.
Sekeluar dari rumah sakit, ia diterima di perusahaan cat Glidden
sebagai tukang tempel label pada kaleng cat dan bekerja sehari penuh di
basement yang mirip goa. Meski begitu ia menerimanya dengan
sabar. Tekadnya untuk memperbaiki nasib sudah bulat. Sambil bekerja,
dengan tekun ia juga banyak belajar dari ahli cat di perusahaan itu.
Sikapnya yang baik membuat prestasi kerjanya juga baik dan beberapa kali
mendapatkan promosi. “Dalam waktu dua tahun (di Glidden) saya
mendapatkan promosi sebanyak delapan kali,” ujarnya.
Setelah dua tahun di Glidden, ia pindah ke dua perusahaan cat
lain. Lalu ia menemukan sesuatu, bahwa para artis wildlife
(pelukis yang menggambar kehidupan alam liar, hobi yang juga ia tekuni)
umumnya menggunakan cat mobil untuk mendapatkan hasil lukisan yang
sempurna. Tetapi itu tentu saja mahal. Bob kemudian terpikirkan untuk
membuat cat lukis baru bagi mereka yaitu jenis airbrush. Karena
itu, selama dua tahun, ia berkutat di rumahnya untuk membuat ramuan
catnya. Tak lama, catnya jadi. Untuk memperkenalkannya ia ikut pameran
dengan menyewa stan/booth sendiri. Ia juga beri nama
perusahaannya sebagai Polytranspar. Ternyata
banyak pelukis yang ingin membeli catnya. Selanjutnya, ia keliling
Amerika untuk menawarkan cat produksinya ke berbagai pelukis. Lalu, ia
berhenti dari tempatnya bekerja agar bisa konsentrasi mengembangkan
bisnis sendiri.
Pada tahun 1977, Bob mendirikan perusahaan cat Master Paint
System. Sejak itulah bisnisnya menggelinding, makin lama
makin besar dan makin banyak.Karena bisnisnya makin banyak, Bob mulai
kebingungan mengelolanya. Pada awal 1980-an, ia mencoba membuat sistem
pengelolaan bisnisnya mulai dari pengelolaan gudang, inventori barang, supply
chain management dan sebagainya.
Bob ternyata jeli. Setelah para programernya membuat software manajemen
untuk usahanya, ia juga menawarkan jasa pembuatan software
sejenis pada banyak perusahaan. Dari sinilah ia mengembangkan bisnis software-nya.
Meski sempat hampir bangkrut, Bob berhasil mengembangkan Horizon
Software menjadi salah satu perusahaan software
besar di Amerika sengan spesialisasi software pengelolaan
kafetaria sekolah, barak-barak militer, rumah sakit, perguruan tinggi,
dan sebagainya. Saat didirikan tahun 1992, Horizon baru
mempekerjakanempat orang programmer. Sekarang perusahaan ini
sudah memiliki hampir 180 karyawan. Omsetnya mencapai US$ 30 juta
setahun atau sekitar Rp 270 miliar!
Jika dulu menuruti rasa putus asa ketika menghadapi kesulitan,
mungkin Bob Williamson malah sudah tiada karena bunuh diri. Tetapi ia
memilih bangkit dan bisa meraih kesuksesan besar! Luar Biasa!!