Perjalanan itu sungguh membuat saya takjub, bagaimana
pariwisata menjadi pemasok devisa yang besar bagi negara kecil tersebut.
Jangan bandingkan dengan Indonesia tentang kekayaan wisatanya. Negeri
kita…., jaauuuh lebih kaya dan cantik dari mereka.
Hanya saja, kita
tertidur, sedangkan mereka sudah terbang. Yang mereka sebut-sebut
sebagai ‘Caves’, tak lebih cantik dibanding Ngarai Sianok di Bukit
Tinggi. Pemandangan sekitar Genting Highland, tak lebih apik dibanding
Puncak – Bogor. Tapi mengapa setiap sudut dari Genting bisa menghasilkan
uang.
Mungkin anda akan menjawab karena adanya casino disana. Menurut
saya bukan. Buktinya, mayoritas dari pelancong, justru tidak pernah
menginjakkan kaki ke ruang casino, termasuk saya. Namun wisata belanja
dan permainannya yang mirip miniatur Dufan – Ancol, cukup membuat kaki
kita pegel menapakinya.
Rombongan kita sempat singgah di Duty Free Shop, yang terletak di kawasan pergudangan di daerah KL, yang jauh dari keramaian. Tempat itu benar-benar tidak seperti showroom jam dan cendera mata untuk turis. Harganyapun jauh lebih mahal dibanding dengan Batam. Tapi kenapa ramai dan laris? Turislah pembelinya.
Rombongan kita sempat singgah di Duty Free Shop, yang terletak di kawasan pergudangan di daerah KL, yang jauh dari keramaian. Tempat itu benar-benar tidak seperti showroom jam dan cendera mata untuk turis. Harganyapun jauh lebih mahal dibanding dengan Batam. Tapi kenapa ramai dan laris? Turislah pembelinya.
Sempat juga kita terhenti ke pusat penjualan
coklat, ya, permen coklat, yang harganya terbilang mahal, tapi laku
keras juga bak kacang goreng. Pernah saya lontarkan ide tentang membuka
toko turis ini di kelas pengusaha di Bali, seperti halnya ‘toko
Erlangga’, ehh kebanyakan mengatakan,”Turis sekarang pinter-pinter Pak,
mereka tahu beli dimana yang murah”. Inilah yang disebut ‘BANYAK TAHU,
BANYAK TAKUT’.
Mereka berfikir para turis tahu tempat yang murah,
seperti halnya mereka. Padahal, prosentasi yang tidak tahu dan ‘pasrah’
terhadap tour guide lebih banyak. Dan perlu diingat, banyak dari para
pelancong yang tidak price sensitive, alias “bayar aja deh…!”
Masih
nggak percaya kalo tempat terpencil tindak menjadi masalah? Coba datangi
tempat-tempat berikut ini, Molen Kartikasari – Bandung, yang tempatnya
di gang sempit seukuran satu mobil; Brownis Amanda – Bandung; Bolu
Meranti – Medan; Moaci Gemini – Semarang; Pedesan Pepaya Teluk Betung –
Lampung; dan masih banyak lainnya. Mungkin Anda berfikir bahwa mereka
sudah lama berdiri, namun sebenarnya itu semua bisa diciptakan secara
instan dengan pola kerjasama bersama tour & travel.
Ingat, mayoritas
pendatang di suatu kota, baik untuk urusan wisata atau bisnis, mereka
akan menanyakan,”Apa oleh-oleh khas sini?”. Jangan takut, masih banyak
yang tidak tahu!
Oleh:
Jaya Setiabudi
Oleh:
Jaya Setiabudi